1.HAK MEMPRODUKSI UANG DIRAMPAS DARI NEGARA
Tak ada demokrasi di sini. Hak memproduksi uang bukanlah milik pemerintah, tapi milik swasta (The Fed, dalam kasus AS). Di negara-negara lain seperti Inggris atau Indonesia, hak memproduksi uang diberikan secara eksklusif pada bank sentral yang “independen”. Yang artinya, operasi bank sentral yang serba rahasia dan “obscure” tidak bisa dikontrol oleh publik. Sebaliknya seluruh operasi dan mekanismenya mengikuti supervisi yang diberikan oleh Bank of International Settlement (BIS, banknya bank-bank sentral) yang disetir oleh The Fed dan bank sentral beberapa negara Eropa. Sistem ini telah dimulai sejak berdirinya The Fed di tahun 1913 dan BIS di tahun 1930-an.
2.UANG YANG DIPRODUKSI ADALAH HUTANG PLUS BUNGA
Tak banyak yang menyadari bahwa setiap kali uang diproduksi, negara harus berhutang pada bank sentral. Ya, betul. Negara, yang diwakili pemerintah tak boleh memproduksi uang begitu saja. Ia harus berhutang atau mengeluarkan surat hutang untuk ditukarkan dengan uang oleh bank sentral. Tak cuma itu, hutang tersebut juga memiliki bunga yang harus dibayarkan oleh pemerintah (“interest-burdened debt”). Wajar saja kalau seluruh planet bumi ini penuh dengan hutang (lihat www.webofdebt. com).
3.UANG DIPRODUKSI, TAPI BUNGANYA TIDAK
Tadi disebutkan bahwa uang yang diproduksi adalah hutang pemerintah pada bank sentral yang dikenakan beban BUNGA. Persoalannya, pada saat uang diproduksi, bunganya TIDAK ikut diproduksi. Nah, pertanyaannya adalah: Bagaimana hutang tersebut akan dibayar, kalau bunganya tidak pernah dicetak atau diproduksi? Misalnya, pemerintah AS meminta The Fed untuk memproduksi uang sebanyak $100 juta dengan bunga 6 persen. Artinya, pemerintah AS berhutang $106 juta pada The Fed. Tapi, karena uang yang diproduksi hanya $100 juta, pemerintah AS takkan pernah bisa membayar lunas hutangnya. Mengapa? Sebab, ia harus kembali “berhutang” (plus bunga) untuk mendapatkan $6 juta sisanya. Ini bukan cuma kekeliruan matematis, tapi salah satu kesintingan utama yang telah lama terjadi. Sebab dengan cara ini, jumlah hutang akan terus bertambah secara tak terbatas.
4.PUBLIK TAK BOLEH PALSUKAN UANG, TAPI BANK BOLEH
Memalsukan uang oleh publik adalah tindakan subversif. Tapi, tidak bagi bank. Sistem yang sekarang membolehkan bank untuk memberikan pinjaman atau kredit sebesar ratusan hingga ribuan persen dari cadangan modal yang dimilikinya. Bila cadangan wajib perbankan ditentukan 10% misalnya, maka dengan modal sebesar $100 juta, bank bisa memberikan kredit hingga $900 juta – tentu saja dengan mengenakan bunga bagi si peminjam. Inilah yang dinamakan dengan “fractional reserve system” atau sistem cadangan fraksional. Sistem ini membuat kita mudah menyimpulkan bahwa cara paling cepat untuk jadi kaya adalah dengan memiliki bank. Tapi, pihak yang paling bertanggung jawab terhadap inflasi (uang beredar lebih besar daripada barang) juga tak lain adalah bank.
5.KEMISKINAN ADALAH HASIL NISCAYA DARI SISTEM INI
Jangan percaya bahwa kemiskinan adalah hasil dari kemalasan. Setiap manusia adalah ciptaan Tuhan yang mulia dengan segenap potensinya. Kemiskinan terjadi lantaran pengenaan bunga pinjaman. Bank-bank memberikan pinjaman atau kredit bagi publik dengan beban bunga. Artinya, publik harus “bertarung” untuk mengembalikan pinjamannya lebih tinggi dari yang mereka pinjam. Padahal, seperti dijelaskan sebelumnya, bunga yang harus dikembalikan itu tidak pernah diproduksi oleh bank sentral. Sudah pasti ada yang “kalah” dan ada yang “menang” dalam pertarungan ini. Yang kalah akan menjadi miskin (karena harus kehilangan aset-aset yang sudah dijaminkan pada bank), yang menang akan bertambah kaya (karena mendapatkan limpahan aset yang disita). Dalam jangka panjang, para pemenang ini akan terkonsentrasi pada segelintir orang yang paling besar modalnya (baca: para pemilik bank-bank besar).
6.PERANG JUSTRU MEMBERI KEUNTUNGAN BESAR PADA BANK
Betul ini. Sudah dijelaskan bahwa setiap kali uang diproduksi, maka pemerintah akan berhutang pada bank sentral. Selanjutnya, hutang-hutang pemerintah itu dapat diperjual-belikan dan dijadikan aset oleh perbankan untuk kembali “menggandakan” uang (ingat “fractional reserve system” pada poin 4 di atas). Semakin banyak hutang pemerintah, semakin banyak pula uang yang dapat digandakan oleh bank. Nah, perang adalah salah satu peristiwa di mana pemerintah akan berhutang dengan jumlah luar biasa besar. Perang Irak konon menghabiskan biaya sampai $3 triliun menurut ekonom peraih Nobel, Joseph Stiglitz. Wajar saja, kalau sejumlah pihak berpandangan bahwa perang terhadap terorisme adalah konspirasi besar yang sengaja dilakukan untuk memompa lebih banyak uang bagi bank-bank di Wall Street.
7.MEREKA YANG TAK BEKERJA MALAH MAKIN KAYA
Dalam sistem yang sekarang berlaku, kecerdasan dan kerja keras tidak dengan sendirinya membuat seseorang bisa menjadi kaya. Mereka yang memiliki akses lebih baik terhadap modal, itulah yang akan menjadi kaya. Mereka tidak perlu bekerja keras, modal akan bekerja secara otomatis untuk mereka. Para pemilik modal super besar ini, selain merupakan para pemilik bank raksasa, juga biasa menitipkan modal mereka pada para spekulan kelas kakap yang dikenal sebagai “hedge funds”. Degan teknologi dan modal yang dimilikinya, mereka bisa meraih keuntungan yang tak terbayangkan dari perdagangan valuta asing maupun berbagai produk turunan dari pasar modal. Modal lebih menguntungkan untuk dipupuk atau diakumulasi lewat pasar finansial ketimbang digunakan sebagai alat tukar untuk memutar perekonomian di sektor riil. Dalam jangka panjang, sektor riil akan kekeringan modal dan kemiskinan akan bertambah luas. Tapi, di lain pihak, sistem ini juga akan menuju kehancurannya sendiri karena hilangnya “daya beli” publik terhadap produk-produk bisnis yang cuma dimiliki segelintir orang tadi.